Minggu, 07 September 2014

Kufikir sudah cukup, ternyata...

Bismillahirohmannirohim.

Oke mulai saja...
    Saya terlahir dari sebuah keluarga yang beragama islam. sejak kecil, saya sudah di didik dengan ajaran islam. Masa kecil saya, sama seperti anak2 desa lainnya. Zaman saya, belum se-extrim zaman sekarang beruntung banget saya dilihirkan di tahun 90'an hehehe, kenapa demikian? karena kultur budaya zaman saya belum bias seperti sekarang ini, zaman saya masih memegang teguh tata krama, sopan santun dan sangan religius. Ini terbukti dari cara memperlakukan guru, cara berpakaian, sopan santun dan banyak lagi. Zaman saya dulu, sebelum handphone masuk kampung yah, kalau ada seorang anak gadis yang maaf dia menggunakan pakaian yang minim, maka dengan otomatis masyarakat menilai bahwa dia wanita tidak baik, tapi lihat keadaan sekarang? mereka yg menggunakan pakaian minim malah disebut gaul. Zaman saya dulu, ketika di warung misalnya ada sekelompok pemuda yang sedang nongkrong (dari dulu pemuda emang udah hobi nongkrong kayanya ^_^), maka saya tidak berani untuk lewat didepannya karena malu. Zaman saya dulu, ketika sedang main dengan kawan sebaya, lalu tiba-tiba melihat guru dari kejauhan, maka kita akan langsung ngumpet karena takut dan malu (ntar kita disangka tukang maen terus, keluyuran terus). Jauh banget yah sama zaman sekarang, hehehehehe
Di kampung saya, kalau seorang anak sudah masuk kelas satu SD maka biasanya orang tua mereka suka menitipkna anaknya disurau-surau untuk belajar tentang agama. Belajar agama disini meliputi belajar baca Al-qur'an, hafalan surat-surat pendek, tata cara solat, wudhu (pokoknya kita diajari tentang ilmu fiqih). Selain itu, karena biasanya bukan berguru pada satu orang saja, maka ketika seorang anak sudah masuk sekolah SMP, maka anak-anak yang seusia akan pindah lagi berguru pada yang lebih tinggi lagi (bisa dibilang naik level lah ya).
saya juga demikian, di pengajian yang ke 4 ini (saya dari pertama berguru ke orang lain pindah2 terus, sampe SD itu 3 kali pindah guru ngaji hehehe) saya diajarkan level yang lebih tinggi lagi, saya belajar kibat kuning atau biasa disebut kitab dasar dipesantren, biasanya kitab yang dipelajari itu kitab safinah (membahs tentang fiqih), kitab jurumiah (membahas tentang cara membaca tulisan arab) biasanya didampingi dengan belajar tentang ilmu nahwu dan sorof, kitab tijan (kitab kedua setelah jurumiah) , kitab taklimul muta'allim (membahas tentang tata cara mencari ilmu) disini dibahas bahwa cara menyimpan bukupun ada aturannya, bagaimana hormat kepada guru, agar ilmu yang kita peroleh itu bermanfaat dan nempel gitu hehehe. Dan saya termasuk orang yang sangat-sangat beruntung (kenapa demikian? ) karena orang-orang yang mengajarkan saya di tahap ini adalah bukan orang sembarangan, mereka adalah para lulusan Universitas Islam yang terkemuka (saya gak sebut lembaganya ya). Mereka adalah orang-orang hebat yang mengabdikan dirinya untuk ummat. Saat itu buakan hanya imlu agama yang saya dapatkan, tapi banyak ilmu lain yang saya pelajari, saya belajar bahasa inggris, belajar berbicara didepan (biasanya dengan menjadi pembawa acara atau pembaca sari tilawah (membaca terjemah Al'quran) di pengajian orang tua), selain itu juga ada kelas dakwah, kita belajar menyampaikan materi didepan tenam-teman kita, dan nanti di akhir pertemuan ada koreksi dari guru kita (seperti komentator di acara-acara zaman sekarang hehe) dan ada tugas untuk meteri minggu selanjutnya dan siapa yang harus tampil, asal kalin tau, kalau zaman saya dulu belajar agama atau ngaji itu dari habis magrib sampai jam 21:30, habis itu boleh nonton tv sampe jam 22:00 atau jam 22:30 setelah itu kita tidur dan subuh nya kita bangun untuk berjamaah subuh dan lanjut tadarus Al-qur'an sampai jam 06:00 baru pulang kerumah untuk siap-siap sekolah, dan sekolah SMPpun saya di sekolahkan di sekolah Islam (Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP), dan kegiatan mempelajari islam itu saya lakukan samapai saya keluar SMA. Bagi saya itu merupakan bekal yang teramat cukup, dan masa-masa itu adalah masa paling manis dalam perjalanan ini. Muncul pertanyaan, nah lho, kok sekarang belajar islam lagi? bukannya udah cukup yah...

Saya terangkan sedikit, bahwa yang saya pelajari kurang lebih selama 12 tahun itu adalah 80% tentang fiqih, apa itu solat, bagaimana cara solat?, apa itu puasa, dan bagaimana cara puasa?, yang saya pelajari seputar What dan How. tapi pertanyaan mendasar tentang Why shoot islam? blm terfikirkan. Dan pertanyaan itu ada setelah saya keluar dari tempat saya lahir. saya pergi kesebuah kota kecil yang jaraknya hanya 54KM dari kampung saya, disana saya bekerja, dan otomatis kesibukan saya berubah 180 derajat. saya bertemu dengan banyak orang dengan latar belakang berbeda, aktifitas saya berubah, kebiasaan saya setelah magrib mengkaji islam tidak ada (hanya tadarus sendiri aja), dan itu membuat saya kosong rasanya ada sesuatu yang hilang dari diri saya, saya berusaha mencari dan ternyata saya dapatkan bahwa jika 3 hari saja seorang tidak mendapatkan siraman rohani maka hatinya akan menjadi kering. Dan mungkin itu pula yg saya rasakan. selama 2 tahun saya berusaha ingin mengembalikan seperti semula, saya cari tempat mengkaji agama yg bisa saya datangi sehabis magrib, dan ternyata hasilnya nihil. akhirnya karena saya hobi baca (1 buku ilmu filsafat sudah saya baca sejak SMP, namun sayang saya tidak mengetri apa itu yang saya baca. karena memang ilmu filsafat itu bahsanya tinggi. alhasil saya tidak pernah khatam itu buku dan pusing setelah membacanya) sejak itu saya belajar islam dari buku, saya berusaha mengisi jiwa saya lewat buku yang saya baca, terlepas itu saya membaca novel (novel islami) saya pasti menemukan benang merah dari cerita tersebut. Sampai akhirnya saya kuliah dan bertemu dengan teman-teman yang luar biasa, yang Allah kirimkan untuk saya. Itulah jalan saya untuk menjawab pertanyaan tentang Why shoot islam? saya dikenalkan dengan sebuah organisasi dan saya cukup nyaman berada didalamnya saat itu (kenapa saya merasa nyaman? karena kegiatan mengkaji islam yg hilang, kini saya temukan lagi), sampai sebuah kejadian besar yang masih menjadi teka-teki sampai sekarang. Saya off lagi dari organisasi itu (meski masih mengikuti beberapa kegiatannya, namun tidak full seperti dulu). dari situ saya merasa ada yang hilang lagi, saya cari lagi, saya ikuti beberapa kajian ulama besar, tapi semuanya bagi saya mengajari apa yang sudah saya tau, menjelaskan tentang sedekah (saya sudah tau) tentang hati yang bersih (saya tau) dan banyak lagi.

Hingga akhirnya saya menemukan sebuah kajian yang menjawab pertanyaan saya tentang Why shoot islam? mungkin muncul pertanyaan kenapa saya merasa ragu dengan islam, padahal saya sudah belajar islam sekian lamanya, ini karena apa yang saya lihat disekitar sungguh sangat ironi (harap tau bahwa dari dulu di kampung saya yang namanya kerudung itu sudah menjadi keharusan pakaian seorang anak perempuan) sementara yang saya dapatkan disini sebaliknya, bahwa berbuat baik itu kewajiban, tapi saya menemukan sebaliknya. dan mohon maaf malah kepercayaan tetangga yang beda dengan saya yang malah kelihatan adem ayem dan disiplin. Disitu puncak keraguan saya, hingga saya diskusi dengan teman saya yang non muslim dan saya mendapatkan sebuah jawaban yang menurut saya kok mereka juga benar, lalu kenapa selama ini mereka kita anggap salah. Tapi ternyata setelah diskusi berikutnya baru saya temukan temukan tentang sesuatu yang tidak masuk akal. Back to topik, setelah saya menemukan kajian yang menjawab pertanyaan "Why" saya, saya terus cari tahu tentang beliau (yang menyampaikan kajian tsb) saya ikutin kegiatannya dan saya temukan dimana dia mendapatkan ilmu itu, dan ternyata saya dapat. Dan itulah yang saya kaji sekarang. ngomomg-ngomong tentang menjawab pertanyaan Why saya, beliau mengajak saya untuk berfikir tentang alam semesta (mungkinkah tata surya ini berjalan tanpa bertabrakan secara kebetulan?), manuasia (bagaimana manusia diciptakan?) dan kehidupan (darimana manusia hidup? akan kemana setelah hidup? dan untuk apa kita hidup?) dan kehidupan. Semuanya bisa dibuktikan dan diterima akal. KAu tau kawan, menurut para ulama besar "ketahuilah bahwa kewajiban pertama seseorang yang sudah baligh (berakal) adalah mencari tau tentang siapa Tuhannya, hingga akalnya tidak dapat menafikkan bahwa Allah adalah Tuhannya". Tidak ada jalan bagi seseorang untuk mengambil islam sebagai agamanya kecuali dengan berfikir.

Sekarang ini, saya mengkaji islam ditempat beliau juga mengkaji islam. Apakah ada yang beda? yah, saya katakan ada yang beda, disini hal pertama yang dibahas adalah akidah (keyakinan). Aqidah bagi seorang yang beragama islam merupakan sebuah pondasi (ibarat bangunan rumah aqidah ini merupakan tiang rumah tsb). jadi kalau saya diibaratkan membangun rumah, selama ini saya sudah punya pintu, jendela, atap dll, tapi mau nempel kemana semua ini, karena pondasinya sendiri belum kuat). yang selama ini saya kerjakan hanya sebatas kegiatan yang berulang-ulang dan tanpa memeberi efek yang berarti. Bisa dibilang hanya sebuah habit saja, next nya saya akan membahas tentang habits dan bagaimana cara membuat habits yang kita inginkan.

Well, pertemuan saya kemarin dengan guru baru di kelas Halaqoh Persiapan adalah yang pertama, setelah sebelumnya saya belajar dikelas Perkenalan kurang lebih selama 6x pertemuan. Dan dipertemuan pertama dengan guru saya yang baru ini, kita hanya melakukan diskusi ringan (karena beliau juga sedang sakit) belum masuk ke kajian, namun banyak sekali ilmu yang saya peroleh, bahwa mencari ilmu itu adalah kewajiban setiap insan dari buaian sampe liang lahat (meninggal), beliau juga mengatakan bahwa jangan pernah merasa jadi orang paling sibuk didunia, sehingga untuk mencari  ilmupun tidak ada waktu. Dan beliau mengatakan bahwa yang namanya jalan dakwah itu penuh liku, banyak yang berguguran ditengah jalan, maka kita harus luruskan niat hanya mengharap ridho Allah swt semata. Dan kewajiban untuk berdakwah adalah kewajiban kita semua, bahwa samapaikanlah walau satu ayat. Bismillah, semoga saya menjadi yang istiqomah didalamnya. Waktu adalah satu-satunya pemisah antara yang istiqomah dan yang ditinggalkan.

nextnya kita bahas tentang habits yah, tapi nanti ada selingan dulu tulisan tentang sosok Ayah (sebenernya sekarang itu mau nulis tentang sosok Ayah, tapi jari-jemari ini menari-nari menulisakan yang lain. hehehehe)
karena ada perintah dari otak keleeuuuusss. hahahaha

saran saya cuman satu "klo sekarang kalian islam secara keturunan, yuk kita sama-sama cari dengan akal. klo maaf ada yg non muslim kebetulan baca tulisan ini, yuk kita sama-sama berfikir tentang manusia, kehidupan dan alam semesta".

Hiasilah wajahmu dengan senyuman, karena senyum mu pada insan, mampu membuat dunia tersenyum padamu. ^_^





Tidak ada komentar:

Posting Komentar