Jumat, 30 September 2016
Inikah kebetulan?
#Episede-1 (Cerita Anisa Ayumi)
Hampir setiap hari aku mampir ketaman kota yang tak begitu luas .Menikmati udara sore dari tempat duduk yang sama, setiap hari setelah hampir satu minggu. setiap hari, aku menjumpai orang-orang yang berbeda, hingga hari itu, aku melihat seorang anak kecil perempuan, berusia kira-kira 4 tahun berlari-lari mengejar kupu-kupu. Anak itu cantik, mengenakan baju panjang warna kuning bunga-bunya kecil dan keruding warna kuning senada. Tertarwa riang, meloncat-loncat berusaha menggapai kupu-kupu yang terus terbang. Dari belakang sang ayah sibuk mengejar princessnya, sambil berteriak "awas jatuh nak, hati-hati". Seketika pandangunku teralihkan pada sosok ayah yang mengejar anak perempuan itu. Terlihat masih muda, mungkin sekitar 28 tahun, sepertinya itu anak pertamanya. Tak jauh dari sana, hanya sekitar 500 meter, seorang wanita dengan anggun berdiri memperhatikan laki2 itu dan princess kecilnya. Dengan sigap laki-laki itu menggendong si princess kecil, menggodanya dalam pelukan, berbalik dan menghampiri perempuan yang dari tadi memperhatikannya. Mereka saling melempar senyaum dan menggoda princessnya.. Aku yang dari tadi memperhatikan mereka tak ayal ikut tersenyum. Sebuah pemandangan yang indah, keluarga kecil yang cantik. Aku kembali memalingkan pandangan pada jalan lurus lalu berkelok yang sering aku tatap dari taman ini, memang tak masuk akal, hanya dengan menatap punggungnya pun aku sudah bisa tersenyum, padahal itu hanya sepersekian detik. Kulihat jam tanganku, 17.20 itu artinya, dia akan lewat sekitar lima menit lagi. Ah, dia memang selalu telat pulang. Mungkin pekerjaannya terlalu banyak. Namun hingga jarum jam menunjukan 17.35 tanda-tanda dia pulang belum juga terlihat. Aku menghela nafas panjang, melirik botol minuman yang masih sisa sedikit, meminum habis semua isinya, lalu berdiri. Aku putuskan untuk pulang, tiba-tiba ada suara yang membuyarkan lamunanku "sore yang indah ya" sebuah suara yang tak asing untuk telingaku. Aku melirik ke-sebelah kiri dimana arah suara itu muncul, kudapati dia sedang menatapku. Seketika aku tergagap, bagaimana bisa dia ada ditempat ini?.. "kenapa? kaya yang bingung, kamu udah satu minggu pampir terus kesini kan?"
Kamis, 29 September 2016
Masih bolehkah aku disini?
Masih bolehkah aku disini untuk melihatmu tersenyum.
Masih bolehkah aku disini untuk meyakinkan bahwa aku harus pergi.
Masih bolehkah aku menunggu kata "insyaAllah" yang keluar darimu.
Masih bolehkah aku menunggu hingga bulan mei seperti yang kamu bilang.
Masih bolehkah aku percaya pada keyakinan yang mulai memudar.
Masih bolehkah aku mengulurkan tangan padamu.
Masih bolehkah aku sebut namamu dalam setiap pertemuan pada Tuhan ku.
Aku tak ingin mendikte Tuhan, memintamu dengan paksa pada-Nya. Bukankah Tuhan lebih tau apa yang terbaik untukku?
Ya Rabb... Beri aku sedikit waktu,.
Jikalau dia bukan untukku, mohon bantu hati ini untuk mengikhlaskan.
Mohon tunjukkan dia yang sebenarnya.
Ya Rabb... mohon pilihkan dia yang terbaik menurut Ilmu-Mu.
Masih bolehkah aku disini untuk meyakinkan bahwa aku harus pergi.
Masih bolehkah aku menunggu kata "insyaAllah" yang keluar darimu.
Masih bolehkah aku menunggu hingga bulan mei seperti yang kamu bilang.
Masih bolehkah aku percaya pada keyakinan yang mulai memudar.
Masih bolehkah aku mengulurkan tangan padamu.
Masih bolehkah aku sebut namamu dalam setiap pertemuan pada Tuhan ku.
Aku tak ingin mendikte Tuhan, memintamu dengan paksa pada-Nya. Bukankah Tuhan lebih tau apa yang terbaik untukku?
Ya Rabb... Beri aku sedikit waktu,.
Jikalau dia bukan untukku, mohon bantu hati ini untuk mengikhlaskan.
Mohon tunjukkan dia yang sebenarnya.
Ya Rabb... mohon pilihkan dia yang terbaik menurut Ilmu-Mu.
Lalu, Kenapa harus ragu?
Taman yang asri, bunga-bunga kecil tumbuh dipinggir kanan-kiri jalan. Angin sore yang berhembus menerpa wajahku yang kelelahan luar biasa. Tangan kanan memegang botol minuman, sementara tangan kiri memegang makanan ringan. Sore ini, sengaja sepulang dari kantor aku tak langsung pulang kerumah, melainkan mampir kesebuah taman yang biasanya sudah tak terlalu ramai, disana ada beberapa tempat duduk yang random. ku edarkan pandangan kesemua penjuru, mencari tempat duduk koson yang nyaman. Akhirnya kutemukan tempat yang pas untuk menikmati sore ini. Diufuk cakrawala nun jauh disana, mentari mulai bersiap untuk tenggelam perlahan. Aku duduk disini, menikmati semuanya. Banyak yang bertanya kenapa suka banget jalan sendiri?. jujur, sudah sejak lama ini aku tak percaya pada manusia. sekalipun itu adalah saudara atau kerabat. Kenapa kok bisa? Ya, karena menurutku tak ada satupun yang bisa aku percaya. Aku sudah banyak melihat faktanya. Dan dari saat itu, aku tak pernah lagi percaya 100% pada manusia.
Namun nyatanya, hari ini aku harus mengakui bahwa ternyata berjalan sendiri kadang terasa sepi. Mungkin memang sudah waktunya untuk aku menentukan arah. Namun entah kenapa keraguan itu selalu muncul. Setiap aku akan melangkah, kembali perasaan ragu itu selalu datang. Entahlah tak bisa aku jabarkan, namun cukup membuatku rumit untuk mengambil sikap. Atau ini hanya karena keegoisanku saja. Harusnya aku belajar dari mbak Dhira, diusianya yang sangat muda, dia sudah mantap menentukan arah. Mengambil keputusan untuk menerima dia yang datang dan mulai menumbuhkan benih cinta pada lelaki itu. Sejujurnya aku tak mau seperti ini, setelah pesan yang singkat namun serius itu masuk, aku masih tak percaya bahwa itu ditulis oleh seorang yang usianya dibawahku. Kenapa masih ragu? apakah aku mengharapkan yang lain? entahlah.. Doaku, Ya Rabb.. bimbing aku, jangan jadikan nafsu mengendalikanku. Sungguh ini adalah keputusan besar yang akan menentukan aku selama di dunia dan kelak di akhirat..
Selasa, 06 September 2016
Jangan tertipu
Selasa yang penuh Asa...
Sepagi ini kembali saya tuliskan satu topik yang membuat saya kefikiran terus, berhari-hari terus membayangi, karena itu saya tuangkan juga disini.
Perkembangan medsos dan gadget yang kian pesat saat ini, membuat apapun yang kita cari bisa kita dapatkan dalam "satu sentuhan". Seolah apa yang terlintas dalam benak bisa divisualkan. Entah berapa keuntungan Mr. gugel perhari, mengingat manusia saat ini tak bisa jauh-jauh darinya.
Sekarang itu emang jamannya blak-blakan (ini bahasa saya saja) atau apa ya? seolah setiap orang tidak lagi mempunyai ruang pribadinya, semua terlihat transparan, tak ada sekat dan batas. Apa yang terjadi, apa yg dirasakan oleh seseorang, satu kampung, satu kota atau bakhan dunia bisa mengetahuinya. Setiap orang berlomba "mempertontonkan" kehidupan mereka. Apalagi setelah mewabahnya IG, dimana gambar bisa diupload dari manapun, kegiatan apapun bisa diekspose dan siapapun bisa mengaksesnya.
Tak jarang kita terkagum-kagum dengan picture yang mereka share, seolah terlihat sempurna. foto jalan-jalan, foto2 makanan, sedang di cafe A, sedang bersama B, melacong ke D, siang ini makan E. Dan dalam semua fotonya tampak sempurna. Semua hal yang berbau "happy" diposting. Sehingga orang yang melihat akan memberikan kesimpulan "enak banget ya, jadi dia". Tak elak lagi, orang-orang masa kini banyak yang butuh pengakuan, untuk apa?(entahlah, mungkin saya mesti riset untuk menjawabnya). Semua orang saling memperlihatkan bagian "happy" dalam kehidupannya (saya lebih suka menyebutnya dengan kata "hedon". entah ini hanya saya saja yang tidak bisa mengimbangi kemajuan teknologi). Saya sering sekali berdialog dengan diri sendiri (jangan fikir kaya orgil ya, saya masih waras kok) untuk apa mereka "memamerkan" semua itu. Ketika seseorang memposting satu makanan yg sadaap nan mahal, padahal yang melihat (nun jauh disana-sini) belum tentu pernah mencoba mencicipinya, kemudian muncul hasrat ingin mencoba pula, padahal tidak punya duit (hahaha) bukankah itu akan menjadi masalah bagi yg melihat.
Lalu muncul satu pertanyaan, apakah kehidupan "asli" nya benar-benar selancar itu? mungkin iya, namun saya pribadi hanya geleng-geleng kepala. Sejatinya kehipuan ini silih berganti. Entah keyakinan dari mana, bahwa saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa yang kebanyakan orang share dalam medsos-nya adalah hanya bagian yang "happy" nya saja. Sedangkan dalam "asli" nya mungkin lebih sering mereka sebaliknya. Kenapa demikian, karena setiap orang sudah pasti punya masalah masing-masing (ini hanya pemikiran saya saja kok).
Saya hanya mengajak siapapun yang membaca tulisan ini untuk tidak tertipu dengan "pencitraan" seseorang dalam medsos. Bukankan setiap orang ingin terlihat "sempurna"? Jangan terlalu asyik melihat kehidupan orang lain, mari fokus pada kehidupan pribadi kita.
Udah sih itu aja.. Wallahu A'lam.
Sepagi ini kembali saya tuliskan satu topik yang membuat saya kefikiran terus, berhari-hari terus membayangi, karena itu saya tuangkan juga disini.
Perkembangan medsos dan gadget yang kian pesat saat ini, membuat apapun yang kita cari bisa kita dapatkan dalam "satu sentuhan". Seolah apa yang terlintas dalam benak bisa divisualkan. Entah berapa keuntungan Mr. gugel perhari, mengingat manusia saat ini tak bisa jauh-jauh darinya.
Sekarang itu emang jamannya blak-blakan (ini bahasa saya saja) atau apa ya? seolah setiap orang tidak lagi mempunyai ruang pribadinya, semua terlihat transparan, tak ada sekat dan batas. Apa yang terjadi, apa yg dirasakan oleh seseorang, satu kampung, satu kota atau bakhan dunia bisa mengetahuinya. Setiap orang berlomba "mempertontonkan" kehidupan mereka. Apalagi setelah mewabahnya IG, dimana gambar bisa diupload dari manapun, kegiatan apapun bisa diekspose dan siapapun bisa mengaksesnya.
Tak jarang kita terkagum-kagum dengan picture yang mereka share, seolah terlihat sempurna. foto jalan-jalan, foto2 makanan, sedang di cafe A, sedang bersama B, melacong ke D, siang ini makan E. Dan dalam semua fotonya tampak sempurna. Semua hal yang berbau "happy" diposting. Sehingga orang yang melihat akan memberikan kesimpulan "enak banget ya, jadi dia". Tak elak lagi, orang-orang masa kini banyak yang butuh pengakuan, untuk apa?(entahlah, mungkin saya mesti riset untuk menjawabnya). Semua orang saling memperlihatkan bagian "happy" dalam kehidupannya (saya lebih suka menyebutnya dengan kata "hedon". entah ini hanya saya saja yang tidak bisa mengimbangi kemajuan teknologi). Saya sering sekali berdialog dengan diri sendiri (jangan fikir kaya orgil ya, saya masih waras kok) untuk apa mereka "memamerkan" semua itu. Ketika seseorang memposting satu makanan yg sadaap nan mahal, padahal yang melihat (nun jauh disana-sini) belum tentu pernah mencoba mencicipinya, kemudian muncul hasrat ingin mencoba pula, padahal tidak punya duit (hahaha) bukankah itu akan menjadi masalah bagi yg melihat.
Lalu muncul satu pertanyaan, apakah kehidupan "asli" nya benar-benar selancar itu? mungkin iya, namun saya pribadi hanya geleng-geleng kepala. Sejatinya kehipuan ini silih berganti. Entah keyakinan dari mana, bahwa saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa yang kebanyakan orang share dalam medsos-nya adalah hanya bagian yang "happy" nya saja. Sedangkan dalam "asli" nya mungkin lebih sering mereka sebaliknya. Kenapa demikian, karena setiap orang sudah pasti punya masalah masing-masing (ini hanya pemikiran saya saja kok).
Saya hanya mengajak siapapun yang membaca tulisan ini untuk tidak tertipu dengan "pencitraan" seseorang dalam medsos. Bukankan setiap orang ingin terlihat "sempurna"? Jangan terlalu asyik melihat kehidupan orang lain, mari fokus pada kehidupan pribadi kita.
Udah sih itu aja.. Wallahu A'lam.
Langganan:
Postingan (Atom)