Rabu, 20 Juli 2016

Mencerna...

Mencerna, mencerna, dan mencerna..
Melihat kejadian sekeliling, mencerna setiap kejadian. Merasakannya dan kembali mencerna.

Telah jauh melangkah dalam perjalanan ini. Semak, hutan, Keramaian, sunyi sepi
semua telah kulalui. Banyak ruang yang aku singgahi, hanya untuk meneliti dan mencari.
Ah, sampai kapan aku mencari?
Mungkin aku bukan sedang mencari, namun hakikatnya aq sedang memahami, memahami jika semua
yang terjadi di Dunia ini adalah kehendak Langit.

Sekuat apapun mengejar, Selama apapun menunggu, jika bukan bagianku maka angin akan
membuatnya terbang, walau sudah dalam genggaman.

Kini aku mengerti, bahwa kita hanya harus berjalan, berusaha dan berdoa.
Selebihnya biarlah Langit yang menentukan.
Ah, mari kita ganti rengekan ini. Rengekan bukan untuk bertanya kapan? namun rengekan untuk menguatkan.

Semoga Langit menguatkan kaki ini u/ tetap berjalan, hingga akhirnya bertemu dengannya
yang selama ini aku minta dalam setiap bisikku pada Langit.
Bukankah tujuan yang sama akan mempertemukan orang-orang dalam perjalanan.

Langit, aku tahu bahwa sabar itu tak bertepi dan syukur itu bukan hanya sebatas lidah.

Jumat, 15 Juli 2016

Disatu sore

Satu sore dimusim hujan, seorang gadis menatap kosong keluar jendela. Dari ruang tamu itu, ia memandang rintik hujan yang turun sore ini. Daun-daun yang basah karena curahan hujan, orang-orang yang berlarian menyelamatkan diri, menutupi kepala dengan apa saja. Ah, bukankah hujan adalah berkah. Rezeki yang Tuhan turunkan untuk kita? lalu kenapa kita justru menghindar?... Manusia memang mahluk yang aneh (satidaknya, itu kesimpulanku saat ini). Ada seekor kucing putih yang melingkar diatas sofa tempat gadis itu duduk, tertidur lelap seolah tak peduli dengan hujan deras sore ini.

Nisa masih menatap kosong keluar jendela. Tiba-tiba Ayah, seorang laki-laki tua berusia sekitar 60 thn masuk tanpa ia sadari.Duduk disamping Nisa sambil membawa dua cangkir coklat panas. "Ah, ayah.. bikin kaget" gumam Nisa bercampur gugup karena kedatangan ayah yang tidak ia sadari. "Ini coklatnya, Ayah sengaja bikin 2".
"Makasih Yah." Hening, mereka sama-sama menatap keluar jendela. Menikmati suara hujan. Fikiran mereka entah melambung kemana. Hingga tiba-tiba Ayah bersuara "Sudah lama Ayah melihatmu tak seceria dulu nak, kenapa? bicaralah pada Ayah." lagi-lagi hening, pandangan Nisa masih tak berpaling dari jendela, hatinya masih terasa sakit. "Yah, kenapa di Dunia ini harus ada rasa sakit hati dan kecewa?". Ayah menatap gadis kecilnya yang kini sudah tumbuh dewasa, usianya 23 tahum. Namun bagi laki-laki tua itu, Nisa tetaplah anak-anak. Dia masih ingat rengekan Nisa yang minta digendong tiap sore untuk jalan keliling komplek (laki-laki itu tersenyum). Seiring  bertambahnya usia, rengekan itu semakin jarang. Dia hanya melihat pertumbuhan anaknya,tanpa banyak lagi bertegur sapa. Gadis kecilnya sudah punya dunia sendiri. Hingga sore ini, sebuah pertanyaan meluncur dari mulut mungilnya. tak ada kata yang keluar untuk beberapa saat. Akhirnya Ayah buka suara. "Di Dunia ini, bukan hanya rasa sakit hati dan kecewa nak (berhenti sesaat dan menghembuskan nafas berat). Tapi ada bahagia, bangga, senang. Kau tahu untuk apa semua rasa itu Tuhan ciptakan?" laki-laki itu memandang lekat wajah putrinya. Ada segurat kesedihan disana, pandangan mata yang redup dan mata yang tampak berkaca-kaca. Ayah mendekatkan duduknya dengan gadis itu, membelai rambut hitamnya dan melanjutkan kata-katanya "Semua rasa itu Tuhan ciptakan agar kita mampu mengendalikannya" Laki-laki itu mengambil gelas coklatnya dan meminumnya pelan-pelan. "Ketika kau bahagia, janganlah terlalu berlebihan. Mengumbarnya kemana-mana, hingga orang lain iri melihatmu. Dan ketika bersedih, jangan pula kau katakan kepada semua orang yang kau temui, karena orang yg tak menyukaimu akan menari-nari melihatnya. Dunia ini hanya singkat nak, orang-orang yang membuatmu kecewa, maafkanlah mereka. Maka beban hatimu akan terasa ringan. Di alam keabadian kelak, kita tak akan repot dimintai pertanggung jawaban atas apa yang orang lain lakukan pada kita. Buang rasa dendam dan marahmu nak, Ayah ingin kamu terbang tinggi dan menari lagi.Meraih semua mimpimu." mata-laki-laki tua itu berkaca-kaca, seolah bisa merasakan rasa sakit gadis kecilnya. Perlahan Nisa memeluk Ayahnya, "Ayah, Nisa ingin memaafkan tapi...." kalimatnya tercekat, menggantung diantara isakan yang tak bisa lagi tertahan.
Laki-laki itu mendekapnya, memberikan perlindungan terbaik yang bisa ia berikan utuk gadis kecilnya. Dalam hati ini berdoa "Tuhan, sembuhkan luka hati purti kecilku". Dari kejauhan, lamat-lamat terdengan suara adzan maghrib, langit dengan mendungnya makin pekat dibalut malam. Hujan masih turun, namun tak sederas tadi sore. Pelan-pelan Nisa melepaskan pelukannya, menyapu kedua matanya yang basah dan tersenyum pada laki-laki tua itu, Ayah balas menatapnya. Mengangguk dan berkata lirih "Tuhan sudah memanggil kita nak, tumpahkanlah segala sakitmu pada-Nya."

Ayah terlebih dahulu bangkit, meninggalkan Nisa yang masih terdiam. "Ayah, masih ada satu tanyaku..." gadis itu berkata pelan dan ikut berdiri menyusul Ayahnya untuk solat magrib.



Quote: haaaiii haaaiiii makasih ya yang udah mampir diblogg ini. tinggalkan jejak dong, biar kita saling nyapa di dunia internet, kali aja...#eh

Kamis, 14 Juli 2016

semacam berlibur

Bagiku membaca adalah sebuah kegiatan berlibur. yah, berlibur dari rutinitas yang membosankan.
Seperti memasuki dunia baru. Kita tinggal pilih, cerita seperti apa yang kita inginkan, dan masuklah kedalamnya. Seperti keluar dari dunia sendiri, seperti pergi dari kenyataan dan menemukan dunia baru.
Saya selalu penasaran, bagaimana seorang penulisbisa membawa kita masuk kedalam alur ceritanya. Ah, mungkin ini yang dinamakan dengan kekuatan narasi,.. Inilah duniaku, dunia buku. mau kau sebut kutu buku? Terserah..

Senin, 11 Juli 2016

Kufikir semua baik2 saja


Selama ini, kufikir semua baik-baik saja. Ternyata, disana ada seorang ibu yang setiap hari selalu cemas memikirkan anak2 anaknya. Suaminya sudah 3bln tidak bekerja, kedua anaknya masih sekolah. Kebutuhan dapur setiap hari harus tetap terpenuhi.
Kufikir semua baik-baik saja, nun jauh disana ribuan orang hidup dalam  bayang-bayang bom, jangankan
untuk memikirkan fashion, untuk makanpun susah sekali.
Kufikir semua baik-baik saja, ternyata banyak orang diluar sana yang entah bagaimana nasibnya, hidup terkatung-katung, menjadi korban keserakahan manusia lain.
Ah, ternyata aku yang tak peka pada sekitar. Terlalu egois, hanya memikirkan diri sendiri.
Ya Rabb, Ampuni aku...

Jumat, 01 Juli 2016

memaafkan...


Baru aku memahami kenapa memaafkan itu lebih mulia dari minta maaf.
kau tahu, ketika seorang mememutuskan untuk memaafkan, dia sejatinya sudah mengalahkan jutaan ego.
menenggelamkan ribuan logika dan tentu saja perasaan yang sudah pasti terluka.

Ah, aku baru tahu. bahwa memiliki hati yang lapang dan jernih itu begitu indah.
Sejak puluhan tahun lalu aku menyimpannya, marah ketika aku mengingatnya. Dan sangat marah ketika aku melihat wajahnya, bahkan saat aku mendengar namanya. Kebencian yg begitu kuat, dan bukan tanpa alasan.
beribu-ribu kali mama selalu berkata "maafkanlah mereka" dengan suata lemah dan pandangan mata yang sayup. Namun aku tak pernah kenal dengan kata maaf. Enak sekali mereka, sudah membuat kegaduhan, membuatku jengkel, menjelekan keluarga, berbicara seenaknya, lantas aku harus memaafkannya.
Aku tak pernah setuju dengan pendapat mama tentang "maaf". Sejak kicil satu, dua luka yg tergores dan tak pernah sembuh. Hingga beranjak dewasa, luka itu bertambah dan semakin banyak. hingga kusaksikan banyak manusia yang hakikatnya hanya "sampah".