Sabtu, 11 Februari 2017

Mamah mah.


Sore-sore pulang dari rumah teman, langit sore yang cerah, dompet yang masih melimpah (secara baru gajihan. wkwkwkwkw) aq berjalan dengan riang masuk rumah.

Annisa Ayummi : "Assalamualaikum, mah"

Mamah : "Waalaikum salam, dari mana kak?"

Annisa Ayummi : " Dari rumah temen" Ngelihat mamah lagi asyik nonton tv sambil makan kue, langsung aja duduk disampinhnya, sambil mengambil alih tempat kue. "Mah, tadi dirumah temen ada cowok kasep, dan baik kayanya (senyum-senyum gaje)".

Mamah : "terus kenapa kak". Tanpa menoleh sedikitpun.

Annisa Ayummi : "yah gak kenapa-napa mah. Cuman itu mah, idaman banget. hehehehe" (mesem-mesem minta ditimpuk).

Mamah : "percuma kak" Berdiri sambil megang gelas dan berjalan ke arah dapur. "Percuma kasep dan baik juga kak, kalo kag bertamu kerumah nemuin bapak" Kepalanya menunjuk kearah bapak yang lagi diteras ngobrol sama mang deni.

Jlebbbb..Dan tiba-tiba hening, ngedadak mati lampu. Hanya ada suara jarum jam yang terasa begitu menikam. Mamah mah gitu kalo ngomong, suka bener...

Akhirnya aku bangkit, masuk kamar dan termenung.. Jadi kamu masih dimana sih kang? awas aja klo sampe ketemu, aku tumpahkan semua unek2 ini sama kamu.

Kamis, 09 Februari 2017

Datang lagi- Part 2

Sudut pandang Adi mangku negara.


Aku masih terdiam, semua kata-katanya sembuatku membeku. Beberapa menit yang lalu, percakapan yang singkat namun penuh emosi Annisa. Ternyata aku tak banyak tahu tentangmu. Aku hanya melihat kamu dari kulitnya saja. Pergolakan batinmu, diam-mu yang selama ini aku sesalkan, kebencianmu yang selama ini aku sayangkan, ternyata membuat pemahaman baru untuk-ku. Bahwa setiap orang layak ditempatkan dalam posisi yang baik. Tak ada guna pamer kehebatan, pamer apa yang kita punya, pamer apa yg sudah kita lakukan, jika "pamer" itu malah membuat orang tak bersyukur. Annisa, kamu sudah cukup matang untuk mengambil sebuah keputusan. Dan aku terdampar disudut tak bercahaya. Aku yang selama ini banyak menuntut, banyak menyalahkan orang, hanya tertunduk lemas mendengar ucapan-mu. Sungguh bukan sekedar ucapan Annisa, tapi nasihat yang akan selalu ku ingat.

Aku tahu makna diam-mu sekarang, aku bisa merasakan kebencian yang kau tahan Annisa. Dan aku tahu, alasan kamu menarik diri dari peredaran. Memilih menepi, tak lagi banyak mengambil peran. Ternyata kamu tengah menundukan api.. Teruslah berjalan Annisa, teman barumu akan tentu lebih baik..

Annisa, kenapa aku jadi selemah ini. Semua ini gara-gara deretan kalimatmu, kamu harus menyembuhkannya. (Ah, lagi-lagi aku menyalahkan orang lain atas ketakberdayaanku).


===END===