Rabu, 22 Juni 2016

Anisa Ayumi- Pedihku

Menarik nafas panjang berkali-kali. "Ya Allah, hamba mohon sembuhkanlah hati ini" terisak, cairan bening tak terbendung lagi, Nisa, begitu ia biasa disapa, terbaring ditempat tidur memeluk boneka panda kesayangan, membenamkan wajahnya dengan terisak. Masih teringat jelas dalam ingatannya ketika Maria membentaknya, dilain waktu, kembali Maria mengoloknya. Terasa perih dihatinya. Ingin ia memaafkan semua kejadian itu, ingin ia melupakan semuanya. Namun pedih sembilu itu masih terasa. Berkali-kali berdamai dengan hatinya, meminta pertolongan Allah agar ia mampu mengikhlaskan semuanya.
Namun ketika Nisa melihat wajah Maria, rasa muak yang terlalu membuncah. Goresan luka itu seperti kembali menganga. Derap jantungnya kian capat, menahan semua marah dalam dada. Begiyi berkali-kali setiap bertatapan dengan Maria. Kamar yang nyaman itu terasa sumpek kala ia teringan Maria, sedalam inikah kebencian itu? "Ya Rabb, aku tak mau seperti ini". Hingga tak terasa Nisa terlelap dalam isakan tangisnya. Mama mengetuk kamar Nisa berkali-kali "Nis, lagi ngapain?" "Nisa, Mama masuk boleh ya?"
namun tetap tidak ada jawaban, perlahan Mama membuka pintu, didapatinya Nisa yang terlelap memeluk boneka kesayangannya dengan genangan air mata yang tersisa. Mama mengehela nafas panjang, membelai kepala Nisa "Kenapa kamu sayang? Ya Allah, jangan kau berikan beban berat untuk putriku" tak terasa butiran beningpun menetes dari mata Mama. "semua doa terbaik Mama untukmu nak" buru-buru Mama menyeka butiran itu dengan punggung tangannya, segera meninggalkan ruangan itu.



Kamis, 02 Juni 2016

Langitku...


Kalau oleh aku menyerah,
Kalau boleh aku mengeluh,
Kalau boleh aku berhenti saja,
Kalau boleh aku marah,
Kalau boleh aku putus asa,

Dalam semua kecewaku pada manusia,
Dalam semua gejolak marahku pada manusia,
Dalam semua kebencianku pada manusia,

Namun Langit terus menatapku,
Namun Langit terus menguatkanku,
Namun Langit terus tersenyum,
Namun Langit terus memanggilku.

Dalam sujud panjangku aku mengadu,
Dalam sujud panjangku aku merintih,
Dalam sujud panjangku aku melepaskan,
Dalam sejud panjangku aku memohon,
Dalam sujud panjangku Langit mendekapku..

Tak peduliku pada semua cerca manusia egois. Karena dalam dekapan Langit, aku tenang..


Aku Pergi



Entah berapa lama ku habiskan waktu untuk menunggumu, melihat setiap gerak gerikmu, dan mencoba mendekat. Namun kusadar, mendekatimu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan terbesar dalam hidupku.

Kini, seiring mentari yang meng- hangat, terik lalu menghilang tenggelam keufuk timur, aku sadar, bahwa  sudah seharusnya aku meneruskan perjalanan. Tak lagi diam disitu hanya untuk memastikan kau menoleh.
Ah, mungkin jalannya memang harus seperti ini. Kenapa pula aku harus tergoda?.
Tergoda untuk mampir dan menunggumu. Ini bukan tentang sebuah penyesalan, namun akan kesadaran yang akhirnya kutemukan, hahhaha lucu memang, aku kalah pada ketidak pastian manusia. Namun bagiku Kepastian Langit jauh lebih aku yakini.
Kini aku pamit, pamit pada rumput yang setia menemani, pada Pak tua yang selalu memberi senyum saat aku menunggumu dibangku itu.
Aku pamit pergi, melepasmu bersama angin.